INTERPROFESIONAL COLLABORATION, SEBUAH REFLEKSI UNTUK PERAWAT

Perawat RS PKU Muhammadiyah Temanggung
Disusun oleh:
Luthfi Fauzy A.
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2021
INTERPROFESSIONAL COLLABORATION
SEBUAH REFLEKSI UNTUK PERAWAT
Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan yang berfungsi menyelenggarakan layanan rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat. Organisasi ini berupaya menggabungkan sumber daya manusia, sarana-prasarana diagnostik dan terapi, peralatan kesehatan, serta lingkungan fisik ke dalam sistem yang terorganisir untuk penghantaran pelayanan kesehatan. Kompleksitas pelayanan rumah sakit dapat tercermin dari satu unit khusus yang berperan dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan, yaitu Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Profesi kesehatan yang tergabung dalam pelayanan di IGD terdiri atas berbagai macam latar belakang pendidikan, pelatihan, pengalaman, dan sudut pandang teori. Perbedaan ini tidak hanya dalam hal sumber daya yang ‘mewarnai’ tim, melainkan termasuk dalam harapan peran, status, serta tingkat tanggung jawab mereka terhadap kliennya. Mereka harus bekerjasama dan berkolaborasi sebagai tim inter-profesional agar mampu menghasilkan pelayanan kesehatan terbaik, serta membantu klien mencapai hasil optimal sesuai yang diharapkan dan mendapat kepuasan atas pelayanan yang didapatkan.
Kolaborasi antar profesi kesehatan telah diketahui memberikan banyak manfaat. Namun bukan berarti proses tersebut berjalan mulus tanpa kendala. Hambatan dalam pelaksanaan kolaborasi antar profesi salah satunya disebabkan oleh sikap serta perilaku terhadap penerimaan peran dan tanggung jawab profesional. Hal ini dilandasi pandangan dan pengetahuan masing-masing disiplin profesi mengenai kolaborasi. Duncanis & Golin menyatakan bahwa peran anggota tim umumnya didefinisikan dalam hal kompetensi profesional dan sifat tugas yang harus dilakukan, dimana masing-masing anggota tim memiliki peran dan tanggung jawab yang berlainan terhadap kliennya. Pelanggaran atas peran dan tanggung jawab tersebut dapat memicu kekacuan di lingkungan kerja yang berpotensi menyebabkan kejadian tidak diharapkan.
Merujuk pada fenomena yang terjadi dalam setting klinik, pelanggaran peran dan tanggung jawab terjadi dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah bagaimana tindakan menjahit luka dilakukan perawat tanpa kolaborasi dengan tim medis, pemberian suplementasi oksigen, atau sebaliknya pemberian terapi analgetik tanpa didasari asesmen nyeri yang sudah dilakukan oleh perawat. Kondisi tersebut seringkali menyebabkan terjadinya ketidaktepatan diagnosis dan penatalaksanaan, sehingga berakibat merugikan klien.
Para profesional kesehatan, khususnya dokter dan perawat, tampaknya perlu meluangkan waktu untuk sejenak melakukan refleksi tentang aktivitas kolaborasi antar profesi. Refleksi menjadi penting dilakukan guna menelaah permasalahan dan mencari alternatif solusi pemecahannya. Beberapa pertanyaan penting yang patut direfleksikan seorang perawat adalah: 1). Bagaimana pemahaman perawat terhadap kolaborasi antar profesi? 2). Bagaimana pemahaman perawat terhadap peran dan tanggung jawab profesional? 3). Bagaimana cara meningkatkan proses kolaborasi antar profesi?
Kolaborasi antar profesi dapat dimaknai sebagai sebuah proses dimana kelompok profesional dan sosial kesehatan bekerja secara bersama untuk memberikan dampak positif bagi perawatan. Pendekatan ini sangat bermanfaat untuk menjembatani tumpang tindih peran para profesional kesehatan dalam upaya menyelesaikan masalah pasien. Perawat harus memperhatikan bahwa pasien adalah subyek pelayanan yang perlu dilibatkan dalam upaya pengambilan keputusan terkait masalah kesehatan yang dihadapi.
Memahami peran dan tanggung jawab masing-masing profesional kesehatan menjadi hal penting dilakukan. Perawat dapat merujuk pada berbagai regulasi yang berlaku di Negara Indonesia, misal PMK R.I Nomor 26 tahun 2019 yang dengan jelas memberikan batasan mengenai tindakan medis yang boleh dilakukan perawat berdasarkan pelimpahan kewenangan, baik secara mandat maupun delegasi. Selain itu, pemahaman mengenai Surat Penugasan Klinis (SPK) dan Rincian Kewenangan Klinis (RKK) menjadi modal berharga bagi perawat agar tidak melampaui batasan kewenangan dalam melakukan aktivitas profesionalnya. Pelanggaran peran dan tanggung jawab seringkali terjadi karena kurangnya pemahaman anggota tim terkait kewenangan klinis dan teknik membangun kolaborasi antar profesi dengan baik.
Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana komunikasi antar profesi kesehatan dibangun secara efektif. Komunikasi merupakan unsur penting dalam proses kerjasama antar profesi, dan dikatakan efektif apabila terjadi kesamaan pehamaman antara pemberi informasi dan penerima informasi. Studi literatur mengemukakan bahwa 70-80% kesalahan dalam pelayanan kesehatan disebabkan oleh buruknya komunikasi dan pemahaman dalam tim. Karena itu, sangat penting bagi seorang perawat memahami unsur-unsur yang membangun komunikasi dan bagaimana teknik komunikasi dilakukan, misal menggunakan metode S-B-A-R ataupun lainnya.
Kolaborasi antar profesi merupakan salah satu kunci dalam mewujudkan pelayanan kesehatan berkualitas. Hal ini dilandasi fakta bahwa tidak ada profesi kesehatan yang mampu memenuhi kebutuhan pasien tanpa adanya dukungan dari profesi lain. Perawat memiliki peran penting dalam upaya peningkatan efektifitas kolaborasi antar profesi, mengingat fleksibilitas perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya.
Daftar Pustaka
- Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
- Kaini, Bachchu K. (2017). Interprofessional Team Collaboration in Health Care. Global Journal of Medical Research, vol. 17 Issue 2, Ver. 1.0
- Utami, L., Hapsari, S., dan Widyandana. (2016). Hubungan antara Sikap dan Perilaku Kolaborasi dan Praktik Kolaborasi Interprofesional di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih. Jurnal keperawatan muhammadiyah 1 (1) 2016
- Susilaningsih, F dkk. (2017). Sosialisasi Model Praktik Kolaborasi Interprofesional Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi IPTEKS untuk Masyarakat, Vol. 6, No. 1, Maret 2017: 10-13
- Peraturan Menteri Kesehatan R.I Nomor 26 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
- Rokhmah, Noor A., dan Anggorowati. (2017). Komunikasi Efektif Dalam Praktek Kolaborasi Interprofesi Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan. Journal of Health Studies, Vol. 1, No. 1, Maret 2017: 65-71
- Peraturan Menteri Kesehatan R.I Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien