Kepemimpinan Islam Perspektif Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif
Oleh :
Luthfi Fauzy A. (1) dan Fitri Arofiati (2)
1 Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2 Dosen Program Studi Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, atau yang lebih dikenal sebagai Syafii Maarif, dilahirkan di Sumpur Kudus, Sumatera Barat pada tanggal 31 Mei 1995. Syafii Maarif merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara pasangan Ma’rifah dan Fathiyah. Tanah kelahiran Syafii Maarif (baca: Sumpur Kudus) mendapat julukan “Makkah Darat” yang menunjukkan sebuah gerak perlawanan Islam terhadap kultur jahiliyah berupa premanisme. Karena itu, dapat difahami bahwa Syafii Maarif dilahirkan di tengah kultur dan dinamika ke-Islaman yang kental, meski banyak unsur adat yang berlawanan dengan Islam.
Syafii Maarif muda mengenyam pendidikan dasar di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah di Balai Tangah, Lintau. Setelah lulus, Syafii Maarifmerantau ke Jawa untuk melanjutkan pendidikan di Madrasah Mu’allimin Yogyakarta dan kuliah di FKISIKIPYogyakarta. Pola pemikiran Syafii Maarif tentang Islam mengalami transformasi yang sangat kontras ketika melanjutkan pendidikan di luar negeri (US). AwalnyaSyafii Maarif merupakann seorang pemikir Islam yang fundamentalis dan mendukung tegaknya Negara Islam, namun berubah menjadi seorang pemikir yang terbuka, inklusif, dan pluralis setelah menamatkan pendidikan doktoralnya.
Syafii Maarif merupakan seorang intelektual yang aktif dalam berorganisasi.Puncak karirnya di Muhammadiyah terjadi ketika Syafii Maarif dipercaya menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada periode 1998 – 2005.Model kepemimpinan yang digunakan Syafii Maarif dalam memimpin Muhammadiyahadalah tipe kepemimpinan Demokratik-Konsultatif. Model tersebut selaras dengan kultur Muhammadiyah yang merupakan organisasi Islam yang bergerak dalam dakwah amar makruf nahi munkar, tidak memberikan janji keuangan maupun jabatan duniawi terhadap pengurusnya, sehingga kepemimpinan otokratif tidak efektif diterapkan dalam organisasi Muhammadiyah yang bersifat egalitarian.
Muhammadiyah di bawah kepemimpinan Syafii Maarif tetap konsisten terhadap berbagai permasalahan kebangsaan dan kemanusiaanmelalui pendekatan konsep ummatanwashatan dalam aksi-aksi nyata, seperti halnya proaktif membantu memecahkan konflik politik di berbagai daerah, mengirimkan utusan ke daerah konflik, menyelenggarakan pertemuan elite Muhammadiyah Nasional guna membahas isu konflik. Syafii Maarif menempatkan relasi antara Muhammadiyah dengan Negara bersifat akomodatif-kritis, yang bermakna bahwa Muhammadiyah akan memberikan kritik dan pressure terhadap Negara, namun di sisi lain Muhammadiyah bersifat akomodatif terhadap Negara.
Syafii Maarif mengemukakan bahwa Islam bukanlah sekedar cita-cita moral dan nasihat-nasihat agama yang disampaikan tanpa melalui sarana apapun. Islam membutuhkan Negara guna mewujudkan cita-cita moral yang mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam hal politik. Melalui bukunya yang berjudul“Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: sebuah Refleksi Sejarah”, Syafii Maarif mengemukakan kegelisahannya mengenai kondisi bangsa Indonesia, yaitu: 1). Tidak rela jika bangsa Indonesia rusak oleh politik agama, kepentingan picik, lokal, dan primordial; 2). Terjadi kesenjangan antara ajaran dan praktek kehidupan, dimana tidak terdapat korelasi antara praktek agama dan perbaikan moralitas; 3). Kemunculan penyakit yang bersifat kultural-mental; dan 4). Fenomena kemiskinan dan kebodohan menimpa sebagian besar umat Muslim Indonesia.
Syafii Maarif menegaskan akibat negatif dari intoleransi dan politik identitas di tengah maraknya fahamekstrimisme dan radikalisme. Intoleransi dan permusuhan yang didasarkan pada politik identitas tidak menghargai multikulturalitas dan pluralitas. Kondisi ini dapat menimbulkan perpecahan pada kelompok agama dan memicu konflik sosial. Di sisi lain, konsep multikulturalisme menuntut individu untuk saling menghargai perbedaan serta menjadikan perbedaan sebagai wujud keindahan dalam hal tingkah laku dan interaksi sosial di masyarakat. Konsep tersebut selaras dengan pemahaman Ahmad Syafii Maarif mengenai Islam, yaitu sebagai agama yang menawarkan keseimbangan kepada manusia melalui tegaknya prinsip persamaan, keadilan, persaudaraan, dan toleransi.
DAFTAR PUSTAKA
Marlena, L. (2018). Hubungan Islam dan Negara dalam Pandangan Syafii Maarif. Jurnal Manthiq, 3.
Kartikowati, T. (2020). Nilai-Nilai Moderasi Islam Perspektif Ahmad Syafii Maarif [Skripsi]. IAIN Purwokerto, 126.
Nurlaela, S. (2016). Pemikiran Ahmad Syafii Maarif tentang Hubungan Negara dan Agama [Skripsi]. UIN Syarif Hidayatullah, 113.
Maarif, A. S. (2009). Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemausiaan (1 ed.). Penerbit Mizan. https://www.google.co.id/books/edition/Islam_dalam_bingkai_keindonesiaan_dan_ke/6NXy9gvG4esC?hl=id&gbpv=1&dq=islam+dalam+bingkai+keindonesiaan+dan+kemanusiaan&printsec=frontcover
Al-Hamdi, R. (2020). Paradigma Politik Muhammadiyah (M. A. Fakih, Ed.). IRCiSoD. https://www.google.co.id/books/edition/Paradigma_Politik_Muhammadiyah/YQD3DwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=konsep+kepemimpinan+ahmad+syafii+maarif&pg=PA398&printsec=frontcover
Azca, M. N., Salim, H., Arrobi, M. Z., Asyhari, B., & Usman, A. (2021). Dua Menyemai Damai. Gadjah Mada University Press. https://www.google.co.id/books/edition/DUA_MENYEMAI_DAMAI/vO5IEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=konsep+kepemimpinan+ahmad+syafii+maarif&pg=PA100&printsec=frontcover
Al-Asyari, D. (2020, 13 Oktober 2020). Muhammadiyah di Bawah Pimpinan 4 Guru Besar. Gema Uhamka. https://gema.uhamka.ac.id/2020/10/13/muhammadiyah-di-bawah-pimpinan-4-guru-besar/
Ariefyanto, M. I. (2013, 9 April 2013). Pengalaman Memimpin Muhammadiyah (1). Republika.co.id. https://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/13/04/09/mkyus1-pengalaman-memimpin-muhammadiyah-1